Pewarisan Topeng Malangan

Foto: Topeng Malangan (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Karimoen atau Mbah Mun adalah maestro topeng Malang yang dihormati karena dedikasinya dalam melestarikan kesenian topeng Malang melalui Sanggar Asmorobangun di Dusun Kedungmonggo.

Setelah beliau wafat, ketokohannya diteruskan oleh Suroso dan Tri Handoyo.

Topeng Malang tidak hanya berfungsi sebagai sarana ritual tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan sosial, serta menjadi identitas masyarakat Kedungmonggo.

Sanggar ini tetap aktif, dengan pertunjukan rutin dan produksi topeng untuk berbagai keperluan, termasuk suvenir.

Sekilas tentang Tari Topeng Malangan

Sesuai namanya, tari topeng Malangan merupakan salah satu kesenian asal Malang yang mengharuskan penarinya memakai topeng.

Ciri khas tarian ini terletak pada pahatan karakter wajahnya yang tampak lebih nyata. Warna topeng tarian ini pun lebih beragam dari daerah lain, yaitu merah, putih, kuning, hijau dan hitam.

Masing-masing warna memiliki arti tersendiri, yang secara berurutan melambangkan:

Selain memiliki beragam warna, tari topeng Malangan juga menjadi perlambang sifat manusia.

Banyaknya karakter topeng pada tarian ini bisa menggambarkan berbagai situasi berbeda, termasuk tangis, tawa, sedih, malu dan lainnya.

Secara keseluruhan, tari topeng Malangan memiliki sekitar 76 karakter tokoh. Namun, yang paling menonjol adalah enam tokoh berikut ini:

Dalam pelaksanaannya, tari topeng Malangan dilakukan secara berkelompok oleh para penari yang sudah terlatih.

Salah satu gerakan khasnya adalah tanjak, yaitu kaki terbuka lebar dengan jarak sekitar tiga telapak dan posisi kaki menghadap ke arah samping kanan dan kiri.

Selain gerakan kaki, para penari juga perlu menggerakkan bagian tubuh lain, mulai dari kepala, tangan, badan, hingga kaki sesuai dengan cerita yang dibawakan.

Selain menggunakan topeng dengan berbagai karakter, penari juga mengenakan:

Baca Juga: Selain Alun-Alun Malang, Jangan Lewatkan 7 Destinasi Wisata Murah Meriah di Malang Berikut!

Lepas Lelahmu di Bobocabin Coban Rondo

Kawasan Malang terkenal dengan wisata alamnya yang memukau, seperti wisata air terjun Coban Rondo yang legendaris dan menyuguhkan panorama alam memukau.

Agar lebih puas dan maksimal dalam mengeksplorasi tempat wisata ini, menginap di sekitar area wisata bisa menjadi pilihan yang tepat.

Bingung dengan opsi akomodasinya? Serahkan saja pada Bobocabin Coban Rondo.

Berlokasi di kawasan wisata Coban Rondo, akomodasi satu ini menawarkan kenyamanan kabin modern dengan kesegaran gemericik air terjun Coban Rondo dalam jangkauan.

Ada dua jenis cabin yang bisa kamu pilih, yaitu deluxe dan family yang dilengkapi kamar mandi dalam dan fasilitas khas Bobocabin lain, seperti Wi-Fi, Smart Window, dan B-Pad.

Untuk menambah keseruan selama menginap, Bobocabin juga memiliki fasilitas api unggun, peralatan BBQ, serta hiburan berupa board games dan proyektor film.

Reservasi dan informasi lebih lanjut bisa kamu dapatkan lewat aplikasi Bobobox di Play Store atau App Store.

Foto utama oleh: Muhammad Adin Samudro via Unsplash

Original file (4,782 × 3,188 pixels, file size: 10.36 MB, MIME type: image/jpeg)

The batik artisans are painting the cloth with paint brush as part of batik dyeing process (mencolet). The batik motif is Ken Dedes, the first queen of Singhasari (the Kingdom of Tumapel) now known as district of Malang Regency located several kilometers north of Malang City.

Astrid Kusumowidagdo writes about innovative and socially aware Topeng Malangan batik production, guided by Janet Teowarang.

Indonesia is famously known as the producer of various batik textiles as one of its indigenous heritage products. Having lived in Indonesia all my life, I have a keen interest in batik. One of the Indonesian batik creations that has gained popularity among collectors today is batik Malang. Malang is located in East Java Province, a city that boasts a lot of creative industry riches, a mere 2-hour drive from Surabaya, the province’s capital city. Many businesses are based in the town, and some have gained quite a prominent growth, including the textile and batik industry. Batik cloths produced in Malang are aptly called batik Malangan. They are characterized by the patterns depicting Topeng Malang (Malang-style masks), Tugu Malang (the Statue of Malang), lions, and lotus flowers. The city of Malang can take pride in being the birthplace of this distinctive artwork, which later becomes the inspiration behind batik Malangan’s unique motifs.

Asal Usul Topeng Malangan

Foto: Topeng Malangan (Kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Topeng Malangan diketahui sudah ada sejak zaman Kerajaan Kanjuruhan pada abad ke-8 Masehi, yang dipimpin oleh Raja Gajayana.

Raja Gajayana diketahui juga mahir menarikan tarian Topeng.

Mulanya, cerita dalam topeng wayangan ini bersifat sakral karena memuat kisah religi pewayangan India, seperti Ramayana dan Mahabarata.

Namun, sejak pemerintahan Raja Erlangga, kesenian topeng menjadi kebudayaan dan dilestarikan, bahkan hanya sebagai seni tari saja.

Topeng kemudian difungsikan sebagai alat pendukung penari agar tidak perlu lagi menggunakan riasan.

Karakter Masing-Masing Topeng Malangan

Seni yang berkembang sejak jaman Hindu-Buddha ini, memiliki sekitar 76 karakter tokoh, lho Moms.

Dari ke-76 karakter tokoh itu, terdapat tujuh karakter yang paling menonjol yaitu:

Asal Usul Tari Topeng Malangan

Meski tidak banyak referensi dan catatan yang pasti, asal usul tari topeng Malangan tetap menjadi salah satu hal yang menarik dibahas.

Asal usul tari topeng Malangan tidak lepas dari sejarah topeng itu sendiri.

Dilansir dari situs resmi Kemdikbud, salah satu catatan sejarah menyebutkan bahwa topeng sudah dikenal sejak zaman Raja Gajayana (berkuasa sekitar tahun 760-789) dari Kerajaan Kanjuruhan.

Di masa itu, topeng pertama terbuat dari bahan emas dan dikenal dengan istilah “Puspo Sariro” yang artinya ‘bunga dari hati paling dalam’.

Topeng di masa itu termasuk dalam bagian tradisi kultural dan religius. Raja Gajayana menggunakannya sebagai simbol pemujaan terhadap sang ayah yang bernama Dewa Singha.

Oleh karena itu, tidak sedikit yang berpendapat bahwa asal usul tari topeng Malangan erat kaitannya dengan masa kejayaan Raja Gajayana.

Tarian tersebut pun diyakini sudah sering dibawakan di masa kerajaan tersebut.

Namun, sumber lain menyebutkan bahwa tari topeng Malangan diciptakan oleh raja pertama Kerajaan Panjalu (Kediri) bernama Airlangga yang menjabat pada 1019-1042.

Dikutip dari artikel jurnal “Tari Topeng Malangan sebagai Alternatif Wisata Budaya di Kota Malang” oleh Melany, penyebaran seni topeng kemudian terus berkembang hingga Kerajaan Singosari, yang didirikan oleh Ken Arok pada 1222 M.

Di masa itu, Raja Singosari menggunakan tari topeng Malangan untuk upacara adat, dengan mengusung setting drama tari dari kisah Ramayana, Mahabharata, dan Panji.

Selain itu, tari topeng juga menjadi sarana penyambutan dan penghormatan tamu dalam acara-acara resmi pemerintah.

Mengintip Pembuatan Topeng Malangan

Hasan Al Habshy - detikNews

Rabu, 23 Nov 2016 08:49 WIB

Jakarta - Padepokan Asmoro Bangun terus melestarikan budaya Topeng Malangan. Selain memberikan pelatihan tari, padepokan itu juga memproduksi topeng tersebut.

Malang memiliki banyak julukan, mulai dari kota pendidikan, kota wisata, kota dingin, kota militer, kota apel, hingga kota bunga.

Namun, selain aspek-aspek tersebut, kesenian dan kebudayaan Malang juga tak kalah unik dan menarik. Salah satu yang paling populer adalah tari topeng Malangan.

Sudah ada sejak zaman kerajaan, berikut ini adalah asal usul, makna, dan properti yang digunakan dalam tari topeng Malangan.

Tempat Lahirnya Topeng Malangan

Dengan asal usul tari topeng Malangan yang begitu panjang, tidak bisa dipastikan kapan tepatnya kesenian itu muncul di kawasan Malang.

Namun, sejumlah desa di Malang sudah lama terkenal sebagai daerah kelahiran tari topeng Malang.

Salah satunya adalah dusun Kedungmonggo. Berdasarkan informasi dari situs resmi Kemendikbud, dusun ini sudah terkenal sebagai dusun penghasil topeng Malang sejak zaman Belanda.

Selain itu, tari topeng Malang pun sudah eksis di tahun 1890-an, saat Malang berada di bawah pimpinan bupati bernama Raden Sjarief yang bergelar Adipati Suryo Adiningrat.

Dengan begitu, Kedungmonggo pun termasuk daerah pertumbuhan tari topeng Malangan yang terbilang tua dan kuno di Kabupaten Malang.

Di tempat ini juga terdapat sanggar seni Asmorobangun yang didirikan seorang maestro topeng Malangan, Mbah Karimun, yang kini sudah mencapai generasi kelima.

Selain Kedungmonggo, ada juga dusun Tumpang, Tulus Besar, dan Glagahdowo yang juga tersohor sebagai daerah kelahiran tari topeng Malangan.

Kanjuruhan Hingga Majapahit

Berdasarkan informasi dari buku Maestro Seni Tradisi (2008), topeng di masa Kerajaan Kanjuruhan berfungsi sebagai sarana untuk ritual.

Memasuki masa Kerajaan Kediri, topeng tidak lagi terbuat dari emas, tetapi dari kayu, dan berfungsi sebagai properti tarian agar penari tidak perlu menggunakan riasan.

Tari topeng ini digunakan untuk menyambut tamu dengan cerita Ramayana atau Mahabarata.

Penggunaan Ramayana dan Mahabarata ini kemungkinan berkaitan dengan asimilasi budaya India dan Jawa di masa lalu.

Selanjutnya, di masa Kerajaan Singosari, fungsi topeng masih sama. Namun, dari segi cerita, ada tambahan penggunaan cerita Panji dan hal ini berlangsung hingga Kerajaan Majapahit.

Cerita Panji sendiri mengacu pada kumpulan cerita dari periode Jawa klasik, yaitu di masa Kerajaan Kediri (1042-1222).

Isi ceritanya berkaitan dengan kepahlawanan dan kisah cinta antara dua sejoli: Raden Inu Kertapati (Panji Asmarabangun) dan Dewi Sekartaji (Galuh Candrakirana).

Lalu, setelah masuknya Islam ke Tanah Jawa, para Wali Songo, khususnya Sunan Bonang dan Kalijaga, menjadikan topeng sebagai sarana penyebaran ajaran Islam.

Sepeninggal para Sunan, keberadaan tari topeng seolah tenggelam. Namun, kesenian ini kembali bangkit di tangan Surya Atmojo, abdi dalem Keraton Majapahit yang mengungsi ke daerah Malang.

Saat itu, ia membawa serta topeng serta keterampilan menarinya. Ia lalu mengabdi pada bupati pertama Kabupaten Malang sebagai Mantri Agung/Asisten Bupati.

Sang Bupati rupanya tertarik dengan keahlian tari topeng Surya Atmojo, hingga akhirnya menetapkan kesenian tersebut sebagai tarian khas Malang.

Tari topeng Malangan pun tidak lagi digunakan untuk sarana penyebaran Islam, tetapi menjadi sarana hiburan yang mengangkat cerita Panji.

Baca Juga: Mau Liburan ke Malang? Jangan Lewatkan Tujuan Hits Lembah Indah Malang!

Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”. Sedangkan Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati dari bentuk bangunan candi.

Di Buku Henri Supriyanto, dituliskan Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana

Dari keterangan diatas bisa diperkuat oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”

Saat kekuasaan Kertanegara di Singasari, wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri.

Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.

Wayang Topeng ini dipakai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng.

Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh keraton Mataram yang notabene Islam.

Topeng Malang Selatan Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk bekas keraton Singosari, mengakibatkan wayang topeng cerita menak kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara Kediri, Singosari dan Majapahit, Dalam merebut kuasa digunakan sebagai pengaruh dominan untuk tegaknya identitas politik.

Pada masa kolonial, daerah daerah perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali kelompok kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan dan mudah dipengaruhi.

Perkembangan Topeng Malangan hanya menampilkan cerita cerita Panji sebagai relasi historis dengan sejarah Malang sendiri yang panjang, dan puncak perkembangan topeng mulai berkembang lagi saat pelarian pasukan Mataram Diponegoro, yang banyak bersembunyi di Malang Selatan yaitu daerah Panjen (Kepanjen) dan sekitarnya.

Para pelarian diponegoro menggunakan tari topeng digunakan sebagai kedok untuk menyembunyikan jati dirinya salam mendidik rakyat kecil dengan tujuan membangkitkan jiwa kemerdekaan dari ketidak adilan penguasa.

Dari cerita diatas bisa kita lihat secara jelas adanya pengrajin-pengrajin yang masih meproduksi, berada didaerah, misalnya :

Demikian sedikit data yang kebenarannya masih perlu di pertajam lagi, agar kejelasan identitas yang dari : Tari Topeng, Kerajinan Topeng Malang Selatan bisa semakin Hidup.

Diulas oleh : Agung Cahyo Wibowo

Sumber :http://agungkepanjen.blogspot.com/2011/04/topeng-malangan-dan-panji.html